Kepentingan merupakan dasar dari
timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya
dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi
kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi
kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya kegagalan dalam
memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya.
Dengan berpegang
prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi
kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam
masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan
tersebut.
Oleh karena individu mengandung
arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya,
baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu
dalam hal kepentingannya. Perbedaan kepentingan itu antara lain berupa :
- Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang
- Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri
- Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama
- Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi
- Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain
- Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya
- Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
- Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri
B. Prasangka Diskriminasi dan Ethosentris
Pengertian Diskriminasi
Pengertian diskriminasi dalam
ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat
dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi :
“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia
atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya”.
Pengertian Ethosentris
“ … Etnosentrisme cenderung
memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan
mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri. “ (The Random House Dictionary).
Ada satu suku Eskimo yang
menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk sejati” [Herbert, 1973,
hal.2]. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme, yang secara
formal didefinisikan sebagai “pandangan bahwa kelompoknya sendiri” adalah pusat
segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan
standar kelompok tadi [Sumner, 1906, hal.13]. Secara kurang formal etnosentrisme
adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya
sebagai kebudayaan yang paling baik.
Etnosentrisme terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya,
menolak bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar mendefinisikan
etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap
adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak
sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri sebagai
kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan mereka, makin dekat
mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh mereka dari kita.
Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya kita sendiri, sebagai
yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”
Etnosentrisme membuat kebudayaan
kita sebagai patokan untuk mengukur baik-buruknya kebudayaan lain dalam
proporsi kemiripannya dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam ungkapan :
“orang-orang terpilih”,
“progresif”, “ras yang unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali
sifat etnosentris pada orang lain dan lambat mengenalinya pada diri sendiri.
Sebagian besar, meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat
bersifat etnosentrisme. Semua kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme,
tetapi tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Sebagian dari kita adalah
sangat etnosentris untuk mengimbangi kekurangan-kekurangan kita sendiri.
Kadang-kadang dipercaya bahwa ilmu sosial telah membentuk kaitan erat antara
pola kepribadian dan etnosentrisme.
Kecenderungan etnosentrisme
berkaitan erat dengan kemampuan belajar dan berprestasi. Dalam buku The
Authoritarian Personality, Adorno (1950) menemukan bahwa orang-orang
etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama yang
fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme didefinisikan terutama sebagai
kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri
disertai prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain. Yang artinya orang
yang etnosentris susah berasimilasi dengan bangsa lain, bahkan dalam proses
belajar-mengajar.
Etnosentrisme akan terus marak
apabila pemiliknya tidak mampu melihat human encounter sebagai peluang untuk
saling belajar dan meningkatkan kecerdasan, yang selanjutnya bermuara pada
prestasi. Sebaliknya, kelompok etnis yang mampu menggunakan perjumpaan mereka
dengan kelompok-kelompok lain dengan sebaik-baiknya, di mana pun tempat
terjadinya, justru akan makin meninggalkan etnosentrisme. Kelompok semacam itu
mampu berprestasi dan menatap masa depan dengan cerah.
Etnosentrisme mungkin memiliki
daya tarik karena faham tersebut mengukuhkan kembali “keanggotaan” seseorang
dalam kelompok sambil memberikan penjelasan sederhana yang cukup menyenangkan
tentang gejala sosial yang pelik. Kalangan kolot, yang terasing dari
masyarakat, yang kurang berpendidikan, dan yang secara politis konservatif bisa
saja bersikap etnosentris, tetapi juga kaum muda, kaum yang berpendidikan baik,
yang bepergian jauh, yang berhaluan politik “kiri” dan yang kaya [Ray, 1971;
Wilson et al, 1976]. Masih dapat diperdebatkan apakah ada suatu variasi yang
signifikan, berdasarkan latar belakang sosial atau jenis kepribadian, dalam
kadar etnosentris seseorang.
C. Pertentangan Sosial Ketegangan Dalam Masyarakat
Konflik mengandung pengertian
tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa dibayangkan orang dengan
mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar. Terdapat tiga elemen dasar yang
merupakan ciri dasar dari suatu konflik, yaitu :
- Terdapat dua atau lebih unit-unit atau bagian yang terlibat dalam konflik
- Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah, sikap, maupun gagasan-gagasan
- Terdapat interraksi diantar bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut
Konflik merupakan suatu tingkah
laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengan
kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada lingkungan diri
seseorang, kelompok, dan masyarakat. Adapun cara pemecahan
konflik tersebut :
- Elimination, pengunduran diri dari salah satu pihak yang terlibat konflik
- Subjugation atau Domination, pihak yang mempunyai kekuasaan terbesar dapat memaksa pihak lain untuk mengalah
- Majority Rule, artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting
- Minority Consent, artinya kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta kesepakatan untuk melakukan kegiatan bersama
- Compromise, artinya semua sub kelompok yang terlibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
- Integration, artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak
D. Golongan-golongan yang Berbeda dan Integrasi Sosial
Masyarakat Indonesia digolongkan
sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan
golongan sosial yang dipersatukan oleh kesatuan nasional yang berwujudkan
Negara Indonesia. Masyarakat majemuk dipersatukan oleh sistem nasional yang
mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan pemerintahan, politik, ekonomi,
dan sosial. Aspek-aspek dari kemasyarakatan tersebut, yaitu Suku Bangsa dan
Kebudayaan, Agama, Bahasa, Nasional Indonesia.
Masalah besar yang dihadapi
Indonesia setelah merdeka adalah integrasi diantara masyarakat yang
majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat
majemuk tetap berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi
berdampingan (Bhineka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan.
Adapun hal-hal yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi:
- Tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya
- Isu asli tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa,arab)
- Agama, sentimen agama dapat digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan
- Prasangka yang merupakan sikap permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu
Integrasi Sosial adalah
merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi
satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan
sosial,ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi
sosial antara lain:
- Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka
- Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman
- Nilai dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten
E. Integrasi Nasional
Istilah integrasi nasional
berasal dari dua kata yaitu integrasi dannasional. Istilah integrasi mempunyai
arti pembauran/penyatuansehingga menjadi kesatuan yang utuh / bulat. Istilah
nasionalmempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri,meliputi
suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional,perusahaan nasional
(Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalamSuhady 2006: 36).
Hal-hal yang
menyangkut bangsa dapat berupaadat istiadat, suku, warna kulit, keturunan,
agama, budaya,wilayah/daerah dan sebagainya.Sehubungan dengan penjelasan kedua
istilah di atas makaintegritas nasional identik dengan integritas bangsa
yangmempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau pembauranberbagai
aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah danpembentukan identitas
nasional atau bangsa (Kamus Besar BahasaIndonesia: 1989 dalam Suhady 2006:
36-37) yang harus dapatmenjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan
kesimbangandalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.Integritas
nasional sebagai suatu konsep dalam kaitan denganwawasan kebangsaan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesiaberlandaskan pada aliran pemikiran/paham
integralistik yangdicetuskan oleh G.W.F. Hegl (1770- 1831 dalam Suhady 2006:
38)yang berhubungan dengan paham idealisme untuk mengenal danmemahami sesuatu
harus dicari kaitannya dengan yang lain danuntuk mengenal manusia harus
dikaitkan dengan masyarakat disekitarnya dan untuk mengenal suatu masyarakat
harus dicari.
Sumber :
http://dwikyreza.wordpress.com/2010/11/12/pertentangan-pertentangan-sosial-dan-integrasi-masyarakat/
0 komentar:
Posting Komentar